Dalam Sepi


Dalam sepi
:tentang D.p

aku terbagi; jadi bayang, jagi kenang
jam-jam yang mulai ditinggalkan
bunyi malam. Pelan. Sampai ke dada

aku memasuki bayangku sendiri
sebab jemu adalah kediaman
jalan-jalan. Kota. Tanpa manusia

waroengkopibiroe.wordpress
aku mengenang kasih bulan
pada aspal hitam yang temaram
dikala hujan. Dekap. Denganmu
tapi keliru

dalam sepi. Aku di dalam. Sedang
sepi memang. Sedang di luar aku
tak mengerti. Mengapa kita sibuk
mengulang jam-jam

_kurapikasoka_
tanjung barat, febrari 2013

**Puisi di atas adalah karya saya sendiri.

Saya spontan menuliskannya di ponsel. Saya menunggu seseorang. Tapi ia tak datang. Tak menepati kata-katanya. Entah, mungkin lupa. Mugnkin juga itu disengaja.

Beberapa hari setelah berjumpa dengannya, ia terlihat biasa saja. Ia jadi lebih dingin dari biasanya. Tapi anehnya, rasa suka yang saya miliki padanya tak berkurang. Aneh. Saya memang terkadang punya sikap yang tak semestinya. Ah, perasaan.

Malah, saya jadi makin penasaran padanya. Saya coba untuk mendekatinya lagi. Tapi pikiran saya terbentur, tiba-tiba. Mungkin itu pertanda bahwa ia menutup pintu hatinya untuk saya.

Tapi tungguuuu..., (batin saya mengajak saya berdiskusi sejenak). “Ingin menyerah secepat ini?, laki-laki macam apa kau ini”. Saya diam. Mungkin juga merenungi, atau menyesali?

Ah, benar juga. Saya laki-laki tapi memendam perasaan sendiri. Sudah beberapa lama saya memendam perasaan ini. Dari mulai awal perkuliahan, hingga sekarang semester 3. Waktu terus bergulir? Apa yang mesti saya lakukan!

Tak ada gadis yang membuat saya tertarik. Tak ada. Saya selalu memikirkan dia. Saya duduk di bangku deretan tengah, beberapa jarak darinya. Wanita lain yang mungkin saya pikirkan adalah ibu dosen. Saya malu. Malu, kalau saya punya perasaan terhadap gadis itu. Ya, benar. Gadis itu bintang kelas. Ia pandai. Sedangkan saya, bukan apa-apa. Cuma mahasiswa yang mengisi satu kursi yang tersedia di kelas.

Teman-teman, bagaimana dengan teman-teman kelas? Saya orang yang pendiam. Juga tak pintar. Seringkali juga tak humoris. Saya cuma sedikit bisa menuliskan kata-kata. Misalnya seperti Chairil Anwar. Ah, tidak, itu terlalu berlebihan. “Zaman sudah berbeda. Untuk apa puisi itu?” ,seorang teman bilang. Aku sungguh tak peduli, saat itu, meskipun logika sedikit membenarkannya.

“Ada apa dengan lu sobat?”, sapa seorang kawan, teman ngopi di warung. “Bukan apa-apa” jawab saya. “Gue ini lelaki juga, gue paham apa yang sedang lu rasain sekarang. Dan asalkan lu tahu. Gue udah lama perhatiin lu.” Tatapan saya lantas jadi sinis, “Idih perhatiin gue, helloooo, gue masih normal kali....”
“Sabar sob, bukan itu maksud gue..”
“...gue juga masih normal kaliiii, dan kalaupun suka cowo bukan lu juga kali, gue juga pilih-pilih kaliii”


Saya hampir terbahak. Tapi saya berusaha meredam. Ah, saya terlalu asik dengan perasaan sendiri. Saya bahkan tidak memperhatikan teman-teman sekelah lainnya. Dan lebih parahnya lagi, saya agak lupa siapa nama teman saya itu.

Sekian dulu hehe, saya mau lanjut nonton drama korea dulu hahaa

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silakan berkomentar dengan santun, inspiratif dan tidak mengandung SARA...mari saling menginspirasi