Mei, Mengingat Sebuah Nama: Wiji Thukul


Mei, Mengingat Sebuah Nama: Wiji Thukul

Wiji Thukul
Pria kelahiran Surakarta, 26 Agustus 1963 itu semangatnya terasa kekal di hati rakyat Indonesia. Meski pun ia pergi dengan tergesa, pergi tanpa kabar, tanpa kejelasan.

Wiji Thukul dikenal sebagai penyair realisme sosial, pembela rakyat. Ia penyair yang sederhana tapi punya semangat juang yang luar biasa. Oleh sebab itu, ia memperoleh penghargaan Wertheim Encourage Award yang pertama pada tahun 1991 bersama penyair WS Rendra. Penghargaan ini dibuat sebagai penghormatan pada sosiologi Belanda Willem Frderik Wertheim, yang antikolonialisme dan antipati terhadap Soeharto.

Keberanian membela rakyat jelata membuat Wiji Thukul dianggap orang berbahaya oleh pemerintah Orde Baru. Wiji Thukul pun menjadi korban penculikan, bersama beberapa rekan seperjuangannya yang hingga kini tidak diketahui nasibnya. Situasi politik saat itu sangat repsesif, kekacauan terjadi di mana-mana banyak korban jiwa berjatuhan, puncaknya di Jakarta.

Menghilangnya Wiji Thukul disadari oleh rekan-rekannya. Berikut kesaksian rekan seperjuangannya:

Seorang rekannya mengatakan:

“Saya kehilangan kontak dengan Wiji Thukul pada masa itu. Ia menghilang, tak berkoordinasi. Saya kira, hal ini wajar terjadi. Ini pengalaman pertama kami menerima serangan cukup besar dai pemerintah. Saya tak yakin kawan-kawan di daerah punya kesiapan baik. Jadi, Thukul memutuskan menyelamatkan diri dulu sambil membangun kontak kembali.”

“Thukul pun kembali dan ia diminta membantu kawan-kawan di Jakarta.Tapi pada November 1997, Thukul minta izin untuk pulang ke Solo. Ia berjanji akan menghubungi seminggu kemudian. Janji tersebut tidak dipenuhinya. Itulah kontak terakhir saya dengan Thukul.”
“Terakhir kali saya ketemu dia Desember 1997, ” kata Jaap Erkelens (teman baik Wiji Thukul). Namun, sejumlah orang masih melihatnya di Jakarta pada April 1998.
“Pada Mei 1998, ia benar-benar menghilang,” Lanjut Enkelens.
Mbok Pon juga terakhir bertemu Thukul pada akhir 1997. “Waktu itu Desember, mau ulang tahun anaknya Fajar,” katanya kepada Erkelens.

Pada akhirnya, Mei 1998, Soeharto turun dari tahta. Upaya pencarian orang hilang terus dilakukan. Namun, selama beberapa tahun berjalan belum ada titik terang. Sejumlah anggota khusus yang bertugas kala itu telah diadili.

Seperti yang sudah-sudah: keadailan disamarkan. Padahal Mei telah membuktikan banyak korban berjatuhan. Politik? Apakah ini yang dihasilkan oleh politik? Apa yang membahagiakan? Mei menjelaskan (hingga kini) Pemerintah hanya untuk kelompok-kelompok tertentu. Rakyat cuma berteriak, kadang menggangung, ada yang diam, dan membiarkan. Pikirnya, mungkin; “Toh masih ada hukum akhirat, yang tak bisa disamarkan.”

Untuk selalu mengingat Wiji Thukul, berikut dua karya pilihan puisinya:

MENDONGKEL ORANG-ORANG PINTAR

Kudongkel keluar
orang-orang pintar
dari dalam kepalaku

Aku tak tegetar lagi
oleh mulut orang-orang pintar
yang bersemangat ketika berbicara

Dunia bergerak bukan karena omongan

Para pembicara dalam ruang seminar
yang ucapnya dimuat
di halaman surat kabar
mungkin pembaca terkagum-kagum
tapi dunia tak bergerak
setelah surat kabar itu dilipat

Kampung halaman, Solo 8 September 1993


PERINGATAN

Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi
dan bisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat tdak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986


Sumber: Wiji Thukul. Aku Ingin Jadi Peluru: Ketika Rakyat Pergi. Magelang:
              IndonesiaTera, 2000


           


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

komentar
4 Juni 2016 pukul 12.45 delete

salut sama keberaniannya, walau dia tau itu bahaya tapi dia gak gentar, dan tetap teguh sama prinspinya.

Reply
avatar
4 Juni 2016 pukul 20.30 delete

Beliau (Wiji Thukul) memang senantiasa menyemangati rekan-rekan dan masyarakat untuk tidak gentar melawan ketidakadilan. semangatnya seakan tak pernah ada habisnya.

Reply
avatar

silakan berkomentar dengan santun, inspiratif dan tidak mengandung SARA...mari saling menginspirasi