Mengetahui Kode Etik Penyutingan Naskah


Mengetahui Kode Etik Penyutingan Naskah

Kode Etik Penyuting Naskah via propertinet.com
Sobat muda, setelah memahami dasar-dasar penyutingan naskah, langkah seorang penyuting naskah selanjutnya, yaitu mengetahui kode etik penyuting naskah.

Tugas penyuting sebagai perantara antara penerbit dan penulis, sebelum akhirnya suatu karya disebarluaskan. Berarti seorang penyuting naskah juga berperan memajukan pengetahuan. Untuk itu, seorang penyuting perlu memahami dan menjalankan tugasnya sesuai dengan jalur yang ditentukan.

Dalam penyuntingan naskah, ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan penyunting naskah sebelum mulai menyunting. Dengan demikian, tidak terjadi persoalan/masalah di kemudian hari, terutama dalam kaitannya dengan penulis/pengarang. Rambu-rambu ini merupakan pedoman/pegangan bagi penyunting dalam menyunting naskah.

Berikut ini saya meringkas poin-poinnya dari buku karya Pamusuk Eneste, sebagai berikut:

1.  Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah.

Bagaimana cara mencari informasi ini’? Paling sedikit ada tiga cara yang bisa ditempuh. Pertama, menghubungi penulis secara langsung: melalui temu muka, melalui telepon, atau melalui surat. Kedua, melalui editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis itu. Ketiga, melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu. Dengan demikian, sedikit-banyak penyunting naskah memperoleh kesan/gambaran tertentu mengenai penulis, khususnya mengenai temperamennya (wataknya).

2.      Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.

Memang penyunting naskah membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. Penulis adalah penulis dan penyunting adalah penyunting.

3.      Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.

Yang perlu ditonjolkan dalam naskah adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun penyunting boleh menguhah naskah di sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya penulis.

4.  Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya.
Sebelum sebuah naskah terbit, informasi yang terdapat dalam naskah sifatnya rahasia. Yang tahu informasi itu hanya penulis dan penerbit/penyunting. Oleh karena itu, penyunting tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa mengetahuinya dan kemudian (misalnya) menerbitkan buku dengan tema yang sama terlebih dahulu. Dalam dunia penerhitan, hal semacam ini dianggap tidak etis.

5.  Penyunting naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diuhahnya dalam naskah.
Penyunting naskah tidak boleh merasa “sok tahu”—apa pun alasannya—karena hal ini akan merugikan penerbit. Jika penyunting bersikap sok tahu, ada kemungkinan penulis menarik kembali naskahnya. Atau boleh jadi, penulis tidak mau lagi menawarkan/menyerahkan naskah ke penerbit bersangkutan. Ini tentu akan merugikan penerbit. Lebih lebih jika penulis itu termasuk penulis buku yang laris.

6.  Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya.
Dalam tugasnya sehari-hari, ada kemungkinan penyunting naskah menyimpan sejumlah naskah sekaligus (di atas meja, dalam laci, atau dalam lemari). Akibatnya, boleh jadi naskah tertentu tercecer atau bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, bisa saja penulis mengajukan penyunting/penerbit ke pengadilan. ini tentu akan merugikan penyunting/penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga baik-baik naskah yang masih berada dalam tanggung jawabnya.

buku pintar penyutingan naskash 
Di samping enam poin di atas, ada lagi pendapat dari A. Rifai tentang kode etik penyuting naskah, yang telah saya rangkum untuk melengkapi norma-norma penyuting naskah yang sebelumnya telah disebutkan.

Adapun syarat menjadi penyuting naskah telah saya tuliskan sebelumnya. 

Berikut ini adalah kode etik, berbagai sikap dan cara kerja, yang sangat disarankan untuk dipatuhi oleh penyunting dalam menjalankan tugas dan fungsinya:

1.   Tujuan utama pekerjaan seorang penyunting adalah mengolah naskah hingga layak terbit sesuai dengan syarat yang telah diberlakukan.

2.  Penyunting perlu memiliki pikiran terbuka terhadap pendapat baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat yang dianut oleh masyarakat pada umum.

3.      Penyunting tidak boleh memenangkan pendapatnya sendiri, pendapat temannya atau pendapat penulis yang disenanginya, sehingga tidak akan terjadi pilih kasih berdasarkan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan isi teknis sesuatu naskah.

4.  Merupakan tindakan kriminal seorang penyunting untuk mendiamkan suatu naskah atau menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari naskah lalu menerbitkan tulisan serupa atas namanya sendiri, baru kemudian menolaknya.

5.  Penyunting harus merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah agar gagasan, pendekatan, metode, hasil penemuan, dan simpulannya tidak sampai disadap orang lain sebelum diterbitkan.

6. Penyunting bekerja dengan disiplin waktu yang ketat dalam mengolah naskah dan menjadwalkan penerbitan agar tidak merugikan orang lain karena adanya prioritas penemuan, kemutakhiran data, kemajuan promosi, dan lain-lain.

7.    Penyunting harus jujur pada dirinya sendiri kalau tidak mampu menilai suatu naskah agar tidak memberi petunjuk yang salah pada penulis.

8.    Kewenangan besar yang diberikan kepada penyunting untuk menangani dan mempersiapkan naskah untuk diterbitkan semata-mata ditujukan untuk melancarkan arus informasi guna memajukan ilmu dan bukan untuk disalahgunakan demi maksud-maksud lain.

9.    Dalam mengolah naskah untuk penerbitan hendaklah selalu diingat bahwa penyunting hanya bertanggung jawab pada bentuk formal penerbitan dan bahwa hanya pengarangnyalah yang bertanggung jawab atas isi dan segala pernyataan dalam setiap tulisan.

10.  Kegiatan penyuntingan bersifat anomim dan secara resmi penyunting tidak berhak atas kredit apa pun dari sesuatu karya yang terbit, kecuali hak atas kredit kepenyuntingan keseluruhan terbitan.

11.  Penyunting bertindak sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang ia ketahui, sesuai dengan apa yang ia yakini, dan sesuai pula dengan kemampuan yang ia miliki.

12.  Penyunting berkewajiban memberi surat tanda (memberi keterangan waktu) tibanya suatu naskah di meja penyunting, yang disusul dengan surat pemberitahuan segera sesudah diputuskan diterima, disarankan diperbaiki, atau ditolaknya naskah tersebut oleh sidang penyunting.

13.  Dalam menelaah dan mengevaluasi naskah, penyunting tidak cukup hanya menyatakan, “Naskah ini terlalu panjang” tanpa menunjukkan bagian yang harus dibuang, atau yang perlu ditambah penekanan, perluasan, atau penyulihan.

14.  Sekalipun gaya penulis tidak berkenan pada selera penyunting, jika maksud penulis sudah jelas, dan teksnya tidak bertele-tele ataupun samar membingungkan, dan penyajiannya sejalan dengan gaya selingkung berkala, penyunting berkewajiban membiarkan gaya penulis tersebut.

15.   Penyunting tidak dibenarkan mengubah karya seorang penulis hanya untuk menyesuaikannya dengan gaya kalimat penyunting semata-mata, sebab perubahan nsakah yang disarankan haruslah merupakan perbaikan nyata dalam ketepatan, kejelasan, dan keringkasan.

16.  Penyunting agar selalu ingat bahwa setiap perubahan dan “perbaikan” terhadap naskah akan membuka peluang masuknya kesalahan atau pernyataan keliru yang mungkin tidak dimaksudkan oleh penulisnya. Penyuting harus selalu memprioritaskan gagasan penulis.

Sekian pedoman yang saya rangkum sedemikian logis, dengan tujuan calon penulis/penyuting naskah memahaminya. Itulah garis besar gunanya keberadaan penyunting sebagai penolong penulis untuk berkomunikasi dengan pembacanya, dengan jalan mengupas berbagai segi pengolahan naskah hingga menjadi suatu karya yang layak untuk diterbitkan.

Semoga bermanfaat, salam inspirasi.

Sumber:
~Pamusuk Eneste, 2009, Buku Pintar Penyutingan Naskah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
~Mien A. Rifai, 2004, Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan
Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
            ~ http://nugramedia.com/kode-etik-penyunting-2/


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silakan berkomentar dengan santun, inspiratif dan tidak mengandung SARA...mari saling menginspirasi